Jumat, 17 April 2015

FILSAFAT HUKUM MUAMALAT

BAB I

PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang

Islam adalah agama yang universal dan komprehensif. Universal berarti bahwa Islam diperuntukkan bagi seluruh ummat manusia di muka bumi dan dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Komprehensif artinya bahwa Islam mempunyai ajaran yang lengkap dan sempurna (syumul). Kesempurnaan ajaran Islam, dikarenakan Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak saja aspek spiritual (ibadah murni), tetapi juga aspek mu’amalah yang meliputi ekonomi, sosial, politik, hukum, dan sebagainya. Sebagai ajaran yang komprehensif, Islam meliputi tiga pokok ajaran, yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak. Hubungan antar aqidah, syari’ah dan akhlak dalam sistem Islam terjalin sedemikian rupa sehingga merupakan sebuah sistem yang komprehensif. Syariah Islam terbagi kepada dua yaitu ibadah dan mu’amalah. Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan khaliq-Nya. Mu’amalah dalam pengertian umum dipahami sebagai aturan mengenai hubungan antar manusia.

Muamalat sebagai hasil dari pengolahan potensi insani dalam meraih sebanyak mungkin nilai-nilai Ilahiyat, yang berkenaan dengan tata aturan hubungan antar manusia (makhluqat), yang secara keseluruhan merupakan disiplin ilmu yang tidak mudah untuk dipahami. Karenanya, di perlukan suatu kajian yang mendalam agar dapat memahami tata aturan Islam tentang hubungan manusia sesungguhnya. Muamalat dalam arti luas yaitu aturan-aturan (hukum) Allah yang mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial. Sedangkan pengertian dalam arti sempit adalah aturan-aturan Allah yang wajib ditati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara mempeeroleh dan mengembangkan harta benda. Persamaan pengertian muamalt dalam arti luas dan sempit ialah sama-sama mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan pemutaran harta.

Menurut fiqih, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli, sewa menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan lain-lain. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, masing-masing berhajat kepada yang lain, bertolong-tolongan, tukar menukar keperluan dalam urusan kepentingan hidup baik dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam atau suatu usaha yang lain baik bersifat pribadi maupun untuk kemaslahatan umat. Dengan demikian akan terjadi suatu kehidupan yang teratur dan menjadi ajang silaturrahmi yang erat. Agar hak masing-masing tidak sia-sia dan guna menjaga kemaslahatan umat, maka agar semuanya dapat berjalan dengan lancar dan teratur, agama Islam memberikan peraturan yang sebaik-baiknya aturan. Pemahaman terhadap fiqih muamalah sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan fiqih muamalah merupakan aturan yang menjadi pengarahan dan penggerak kehidupan manusia. Fiqih muamalah menjadi salah satu unsur perekayasaan aturan mengenai hubungan antar umat manusia.



1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan hukum muamalat ?

2. Apakah yang dimaksud dengan filsafat hukum muamalat ?

3. Apakah tujuan, prinsip, asas, kaidah dan ciri khas hukum muamalat ?





BAB II

PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Hukum Mu’amalat

Hukum mu’amalah merupakan rangkaian dari kata “hukum” dan kata “mu’amalah”. Kedua itu secara terpisah, merupakan kata yang digunakan dalam bahasa Arab dan terdapat dalam Al-Qur’an, juga berlaku dalam bahasa Indonesia. “ hukum mu’amalah” sebagai suatu rangkaian kata telah menjadi bahasa Indonesia yang hidup dan terpakai. Dalam bahasa Indonesia kata ‘hukum’ secara mandiri menurut Amir Syarifuddin adalah seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat, disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu, berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya.

Adapun mu’amalah dari kata ‘amala yu’amilu mu’amalatan yang berarti: beraksi, bekerja, berproduksi, namun biasanya dengan kaitan hukumnya kata “mu’amalah” di sandingkan dengan kata “fiqh” yang secara bahasa berarti “ pemahaman” . Menurut etimologi, muamalah adalah bentuk masdar dari kata ‘amala yang artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengenal. Dalam pengertian harfiah yang bersifat umum ini, muamalah merupakan perbuatan manusia dalam menjalin hubungan atau pergaulan antara sesama manusia, sedangkan ibadah merupakan hubungan atau pergaulan manusia antara Tuhan. Secara terminologi, pengertian muamalah dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Pengertian muamalah dalam arti luas

· Peraturan-peraturan Allah SWT yang diikuti dan ditaati oleh mukallaf dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan bersama.

· Aturan-aturan hukum Allah SWT yang ditunjukan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan keduniaan dan sosial bermasyarakat.

b. Pengertian muamalah dalam arti sempit

· Akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaat.

· Aturan Allah SWT yang mengatur hubungan manusia dalam usahanya memenuhi kebutuhan hidup jasmani.

Meskipun penekanan kebutuhan dalam muamalah adalah aspek keduniaan/materi, namun hal ini tidak dapat dilepaskan dari aspek ukhrawi. Jadi aktivitas muamalah, baik dalam memperoleh, mengelolah dan mengembangkan harta (mal) sudah semestinya mengikuti aturan main yang di tetapkan oleh hukum syara’.

Menurut Prof Juhaya S Praja Muamalat dalam pengertian khusus, yakni hukum yang mengatur lalu lintas hubungan antara perorangan atau pihak menyangkut harta, terutama perikatan, dan jual beli. Sedangkan asas-asas muamalat meliputi pengertian-pengertian dasar yang dapat dikatakan sebagai teori-teori yang membentuk hukum muamalat. Asas-asas muamalat ini berkembang sebagaimana tumbuh dan berkembangnya tubuh manusia.

Mengenai kaitannya dengan ekonomi dan mu’amalah yaitu dimana kedua kata tersebut erat kaitannya dengan masalah pendistribusian sumberdaya alam khususnya harta sehingga kajian ekonomi islam menjadi bagian dari kajian fiqh mu’amalah. Menurut Muhammad Yusuf Musa berpendapat bahwa kajian fiqh mu’amalah itu mencakup pembahasan tentang ketentuan-ketentuan hukum mengenai kegiatan perekonomian, amanah dalam bentuk titipan dan pinjaman, ikatan kekeluargaan, proses penyelesaian perkara lewat pengadilan dan bahkan soal distribusi harta waris. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa fiqh mu’amalah adalah mengetahui ketentuan-ketentuan hukum tentang usaha-usaha memperoleh dan memperkembangkan harta, jula beli, hutang piutang, dan jasa penitipan di antara anggota-anggota masyarakat sesuai keperluan mereka, yang difahami dari dalil-dalil syara’ yang terinci.



2.2. Filsafat Hukum Mu’amalah (Ekonomi Islam)

Filsafat ekonomi, merupakan dasar dari sebuah sistem ekonomi yang dibangun. Berdasarkan filsafat ekonomi yang ada dapat diturunkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai, misalnya tujuan kegiatan ekonomi konsumsi, produksi, distribusi, pembangunan ekonomi, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dsb. Filsafat ekonomi Islam didasarkan pada konsep triangle: yakni filsafat Tuhan, manusia dan alam. Kunci filsafat ekonomi Islam terletak pada manusia dengan Tuhan, alam dan manusia lainnya. Dimensi filsafat ekonomi Islam inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya kapitalisme dan sosialisme. Filsafat ekonomi yang Islami, memiliki paradigma yang relevan dengan nilai-nilai logis, etis dan estetis yang Islami yang kemudian difungsionalkan ke tengah tingkah laku ekonomi manusia. Dari filsafat ekonomi ini diturunkan juga nilai-nilai instrumental sebagai perangkat peraturan permainan (rule of game) suatu kegiatan.

Salah satu poin yang menjadi dasar perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah pada falsafahnya, yang terdiri dari nilai-nilai dan tujuan. Dalam ekonomi Islam, nilai-nilai ekonomi bersumber Al-Quran dan hadits berupa prinsip-prinsip universal. Di saat sistem ekonomi lain hanya terfokus pada hukum dan sebab akibat dari suatu kegiatan ekonomi, Islam lebih jauh membahas nilai-nilai dan etika yang terkandung dalam setiap kegiatan ekonomi tersebut. Nilai-nilai inilah yang selalu mendasari setiap kegiatan ekonomi Islam.

Sistem ekonomi islam sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi islam bukan pula berada di tengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrem, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha

Dasar syariah membimbing aktivitas ekonomi, sehingga sesuai dengan kaidah-kaidah syariah. Sedangkan akhlak membimbing aktivitas ekonomi manusia agar senantiasa mengedepankan moralitas dan etika untuk mencapai tujuan. Akhlak yang terpancar dari iman akan mebnentuk integritas yang membentuk good corporate governance dan market disiplin yang baik.

Filsafat hukum fiqh mu’amalah atau falsafah al-tasyri’ fi al-mu’amalat istilah sesuatu yang berkaitan dengan hukum islam meliputi tujuan hukum (maqashid), prinsip hukum (mabadi’ atau mahiyat), asas hukum atau usus al-hukm , kaidah hukum, dan washatiyyat wal harakiyah fi alhukm . Sedangkan Hasbi Ash Shiddieqy menambahkan ciri khas, serta watak dan tabi’at yang merupakan landasan pembentukan dan pembinaan hukum islam. Maka berdasarkan hal tersebut dalam makalah ini penulis akan membahas tujuan,prinsip, asas, kaidah, dan ciri khas serta tabi’at sebagai substansi dari filsafat hukum mu’amalah.







2.3 Tujuan, Prinsip, Asas, Kaidah dan Ciri Khas Hukum Muamalat



A. Tujuan

Tujuan disyari’atkannya ketentuan-ketentuan hukum dalam bidang ini adalah dalam rangka menjaga kepentingan orang-orang mukallaf terhadap harta mereka, sehingga tidak dirugikan oleh tindakan orang lain, dan dapat memanfaatkan harta miliknya itu untuk memenuhi kepentingan kehidupan mereka. Bahkan lebih jauh mereka dapat memperkembangkannya dengan baik tanpa dihadapkan pada kendala-kendala negatif yang dapat menekan dinamika pengembangan harta tersebut, dengan sikap eksploitatif kelompok lainnya.

Menurut Atang Abd Hakim tujuan hukum berarti almaslahat adalah pengembangan sistem ekonomi berdasarkan nilai-nilai islam, yaitu keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan (rahmat li al-‘alamin), sehingga masyarakat Indonesia masa depan mengalami peningkatan kesejahteraan ekonomi di atas landasan prinsip syari’ah. Pemerataan kesejahteraan tidak berarti tingkat kesejahteraan masyarakat harus sama, tetapi kesejahteraan yang berkeadilan, kesejahteraan yang proporsional, yaitu kesejahteraan material dan immaterial. Tujuan ini diupayakan pencapaiannya oleh perbankan syari’ah dengan berpedoman kepada prinsip syari’ah. Hal ini sesuai dengan teori manfaat yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham yang mengatakan bahwa manfaat umum adalah asas dalam mencapai kebaikan publik.

Perwujudan al-hajjat di ranah ekonomi perbankan syari’ah bertujuan memelihara harta agar terjaga kehalalan dan kesucian (حلال طيبا ) sehingga keturunan terpelihara dari konsumsi barang yang haram.hal ini, karena ragam hajjat di ranah ekonomi perbankan syari’ah merupakan bagian dari prinsip hukum islam bidang mu’amalah, yang bertujuan meraih kebaikan dan kemaslahatan masyarakat.

B. Prinsip

1) Prinsip aqidah, atau prinsip tauhid. Prinsip ini merupakan fondasi hukum Islam, yang menekankan bahwa:

a) Harta benda yang kita kuasai hanyalah amanah dari Allah sebagai pemilik hakiki. Kitaharus memperolehnya dan mengelolanya dengan baik (al-thayyibat) dalam rangka dan mencari kemanfaatan karunia Allah (ibtigha min fadhillah).

b) Manusia dapat berhubungan langsung dengan Allah. Ekonomi Islam adalah ekonomi yang berdasarkan ketuhanan. Sistem ini bertitik tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syari’at Allah.

2) Prinsip Keadilan, Mencakup seluruh aspek kehidupan, merupakan prinsip yang penting. Sebagaimana Allah memerintahkan adil di antara sesama manusia dalam banyak ayat antara lain.

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (Qs.An-Nahl: 90)

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Qs.Al-Hasyr: 9)

3) Prinsip Al-Ihsan (berbuat kebaikan), pemberian manfaat kepada orang lain lebih daripada hak orang lain itu.

4) Prinsip Al-Mas’uliyah (accountabillty), pertanggung jawaban yang meliputi beragam aspek, yakni: pertanggung jawaban anttara individu dengan individu (mas’uliyah al-afrad), pertanggung jawaban dalam masyarakat (mas’uliyah almujtama’). Manusia dalam masyarakat diwajibkan melaksanakan kewajibannya demi terciptanya kesejahteraan anggota masyarakat secara keseluruhan serta tanggung jawab pemerintah (mas’uliyah al-daulah) tanggung jawab ini berkaitan dengan baitul mal.

5) Prinsip keseimbangan Prinsip Al-Wasathiyah (al-‘itidal, moderat, keseimbangan), syariat islam mengakui hak pribadi dengan batas-batas tertentu. Syari’at menentukan keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Hal ini tampak dari beberapa firman Allah yang artinya:

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُورًا ﴿٢٩﴾

Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal (Qs. al-israa: 29)

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا ﴿٢٧﴾

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Qs.Al-Israa: 27)

وَهُوَ الَّذِي أَنشَأَ جَنَّاتٍ مَّعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ ۚ كُلُوا مِن ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ ۖ وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ ﴿١٤١﴾

Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (Qs.Al-An’am: 141)

6) Prinsip kejujuran dan kebenaran. Prinsip ini merupakan sendi akhlakul kariimah.

a) Prinsip transaksi yang meragukan dilarang, akad transaksi harus tegas, jelas dan pasti. Baik benda yang menjadi objek akad, maupun harga barang yang diakadkan itu.

b) Prinsip transaksi yang merugikan dilarang. Setiap transaksi yang merugikan diri sendiri maupun pihak kedua dan pihak ketiga dilarang. Sebagaimana sabda rasulullah saw:

"لا ضرر و لا ضرار"

“ Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri dan tidak boleh membahayakan (merugikan) pihak lain.”

c) Prinsip mengutamakan kepentingan sosial. Prinsip ini menekankan pentingnya kepentingan bersama yang harus didahulukan tanpa menyebabkan kerugian individu. Sebagaimana kaidah fiqhiyah: “ bila bertentangan antara kemaslahatan sosial dan kemaslahatan individu, maka diutamakan kepentingan kemaslahatan sosial.”

d) Prinsip manfaat. Objek transaksi harus memiliki manfaat, transaksi terhadap objek yang tidak bermanfaat menurut syariat dilarang.

e) Prinsip transaksi yang mengandung riba dilarang.

f) Prinsip suka sama suka (saling rela, ‘an taradhin). Prinsip ini berlandaskan pada firman Allah Swt:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا ﴿٢٩﴾

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu..” (Qs.An-Nisa: 29).

Prinsip ini juga berlandaskan hadits nabi : “ tidak lain jual beli harus melalui jalan suka sama suka”. (Hr. Ibnu Majah)

g) Prinsip Milkiah, kepemilikan yang jelas.

h) Prinsip Tiada Paksaan. Setiap orang memiliki kehendak yang bebas dalam menetapkan akad, tanpa tunduk kepada paksaan transaksi apapun, kecuali hal yang diharuskan oleh norma keadilan dan kemaslahatan masyarakat.



C. Asas

1) Tabadul al-manafi (pertukaran manfaat), kerjasama (musyarakah), dan kepemilikan

Asas pertukaran manfaat (tabadul al-manafi) direduksikan dari Qs.Al-Imran: 191. Ayat ini menerangkan bahwa segala yang diciptakan oleh Allah Swt memiliki nilai kebaikan dan manfaat bagi manusia. Firman Allah adalah aturan dan norma hukum yang bertujuan terciptanya kebaikan (al-mashalih) manusia, dunia dan akhirat. Norma hukum tersebut oleh para ulama diinterpretasi sehingga melahirkan, salah satunya, norma fiqh muamalah. Norma fiqh muamalah sebagai bagian norma hukum islam memiliki tujuan yang sama, yaitu al-mashalih. Al-mashalih dapat diartikan manfaat atau kebaikan. Yang dimaksudkan untuk dapat mendistribusikan secara merata kepada seluruh manusia, dan seluruh elemen masyarakat, bukan sebuah monopoli demi kepentingan perorangan atau kelompok.

Pertukaran manfaat mengandung pengertian keterlibatan orang banyak, baik secara individual maupun kelembagaan. Oleh karenanya, dalam pertukaran manfaat terkandung norma kerjasama (almusyarakat). Disamping itu, pertukaran manfaat terkait dengan hak milik (haq al-milk) seseorang, karena perputaran manfaat hanya dapat terjadi dalam benda yang dimiliki, walaupun sebetulnya hak milik mutlak hanya ada pada Allah Swt, sementara manusia hanya memiliki hak pemanfaatan. Proses pertukaran manfaat melalui norma al-musyarakat dan norma haq-almilk berakhir di norma al-ta’awun (tolong- menolong). Dalam Islam al-ta’awun hanya terjadi dalam kebaikan dan ketaqwaan (al-khairat atau al-birr wa al-taqwa) serta dalam hal yang membawa manfaat bagi semua.

Asas pertukaran manfaat (tabadul al-manafi) menurut prof Juhaya berarti bahwa segala bentuk kegiatan muamalat harus memberikan keuntungan dan manfaat bersama bagi pihak-pihak yang terlibat. Asas ini merupakan kelanjutan dari prinsip atta’awun atau mu’a ‘wanah sehingga asas ini bertujuan menciptakan kerjasama antar individu atau pihak-pihak dalam masyarakat dalam rangka saling memenuhi keperluannya masing-masing dalam rangka kesejahteraan bersama.

Asas musyarakah menghendaki bahwa setiap bentuk muamalat merupakan musyarakah, yakni kerjasama antar pihak yang saling menguntungkan bukan saja bagi pihak yang terlibat melainkan juga bagi keseluruhan masyarakat manusia. Asas ini melahirkan dua bentuk pemilikan yaitu : pertama, milik pribadi atau perorangan (milik adamiy) yakni harta atau benda dan manfaat yang dapat dimiliki secara perorangan. Kedua, milik bersama atau milik umum yang disebut haqq Allah seperti air, udara, dan kandungan bumi.



2) Pemerataan kesempatan, ‘an taradhin (suka sama suka atau kerelaan) dan ‘adam al-gharar (tidak ada penipuan atau spekulasi)

Asas pemerataan adalah kelanjutan, sekaligus salah satu bentuk penerapan prinsip keadilan dalam teori hukum islam. Pada tataran ekonomi, prinsip ini menempatkan manusia sebagai makhluk yang memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki, mengelola dan menikmati sumber daya ekonomi sesuai dengan kemampuannya. Disamping itu, asas ini adalah wujud operasional ajaran islam tentang perputaran harta yang tidak boleh hanya berkisar dikalangan orang kaya (al-aghnia), sehingga atas dasar ini hak-hak sosial dirumuskan. Rumusan hak-hak sosial di antaranya ialah teori perpindahan hak milik, sewa menyewa, gadai, pinjam-meminjam dan utang piutang. Teori perpindahan hak milik diimplementasikan oleh hukum islam dengan, contoh: jual beli yang bisa berupa akad murobahah, salam atau ishtina’, zakat infaq, shadaqah, hibbah, dan waris, sewa menyewa dengan al-isti’arat gadai dengan al-rahn, dan pinjam meminjam dengan al-qardh. Teori-teori ini adalah sarana untuk menciptakan iklim perekonomian yang sehat sehingga lalu lintas perniagaan bisa dirasakan oleh semua lapisan masyarakat secara merata, tanpa adanya monopoli pihak tertentu.

‘An taradhin merupakan salah satu asas fiqh mu’amalah. Ia berarti saling merelakan atau suka sama suka. Kerelaan bisa berupa kerelaan melakukan suatu bentuk muamalah, dan atau kerelaan dalam menerima atau menyerahkan harta yang menjadi obyek perikatan, serta bentuk muamalah lainnya. Ia adalah salah satu prasyarata keabsahan transaksi bermuamalah di anatara para pihak yang terlibat. Disamping itu, ia merupakan kelanjutan dari azas pemerataan, dan bersinergi dengan asas ‘adam al-gharar, artinya prilaku ‘an taradhin memungkinkan tertutupnya sifat-sifat gharar dalam berbagai bentuk transaksi mu’amalah. Hal ini dapat terjadi, karena ’adam al-gharar merupakan kelanjutan dari ‘an tharadhin. Al-gaharar ialah sesuatu yang tidak diketahui atau tidak jelas apakah ia ada atau tidak ada. Dalam gaharar ada unsur spekulasi bahkan penipuan yang dapat menghilangkan ‘an taradhin. ‘adam al-gharar mengandung arti bahwa pada setiap bentuk muamalah tidak boleh ada unsure gharar, yaitu tipu daya atau sesuatu yang menyebabkan salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lain sehingga menyebabkan hilangnya unsur kerelaan dalam melakukan suatu transaksi.

3) Al-bir wa al-taqwa(Kebaikan dan taqwa)

Asas al-birr wa al-taqwa merupakan asas yang mewadahi seluruh asas muamalah lainnya. Yaitu segala asas dalam lingkup fiqh mu’amalah dilandasi dan diarahkan untuk al-birr wa al-taqwa. Al-birr artinya kebijakan dan berimbang atau proporsional atau berkeadilan.

Hukum islam melalui asas kebaikan dan ketaqwaan menekankan bentuk-bentuk muamalat dalam kategori ‘an taradhin, ‘adam al-gharar, tabadul al-manafi’, dan pemerataan adalah dalam rangka pemenuhan dan pelaksanaan saling membantu antara sesama manusia untuk meraih al-birr wa al-taqwa. Islam memberlakukan asas ini dalam semua aturan bermuamalah, termasuk ekonomi perbankan syari’ah, agar dipedomani oleh seluruh umat manusia tanpa melihat latar belakang kelompok dan agama yang dianut. Ia baru diboleh tidak dipedomani hanya untuk memeperlakukan orang kafir yang memerangi, membunuh dan mengusir umat islam dari tempat tinggal mereka.

Prinsip hukum islam sebagai asas atau pilar kegiatan usaha dan pedoman perbankan syari’ah dalam mencapai tujuannya itu berkohorensi dengan al-birr wa al-taqwa. Artinya asas-asas hukum islam seperti’an taradhin, tabadul manafi’, ‘adam al-gharar, ta’awun, al-adl berorientasi kepada pemenuhan al-birr wa al-taqwa.

D. Kaidah

Kegiatan ekonomi merupakan salah satu dari aspek muamalah dari sistem Islam, sehingga kaidah fiqh yang digunakan dalam mengidentifikasi transaksi-transaksi ekonomi juga menggunakan kaidah fiqh muamalah. Kaidah fiqh mu’amalah adalah

“الأصل في المعاملة الإباحة حتى يدل على تحريمها"

(hukum asal dalam urusan muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya).

Ini berarti bahwa semua hal yang berhubungan dengan muamalah yang tidak ada ketentuan baik larangan maupun anjuran yang ada di dalam dalil Islam (Al-Qur’an maupun Al-Hadist), maka hal tersebut adalah diperbolehkan dalam Islam.

Kaidah fiqh dalam mu’amalah di atas memberikan arti bahwa dalam kegiatan muamalah yang notabene urusan ke-dunia-an, manusia diberikan kebebasan sebebas-bebasnya untuk melakukan apa saja yang bisa memberikan manfaat kepada dirinya sendiri, sesamanya dan lingkungannya, selama hal tersebut tidak ada ketentuan yang melarangnya. Kaidah ini didasarkan pada hadist Rasulullah yang berbunyi: “أنتم أعلم بأمور دنياكم” (kamu lebih tahu atas urusan duniamu).

Bahwa dalam urusan kehidupan dunia yang penuh dengan perubahan atas ruang dan waktu, Islam memberikan kebebasan mutlak kepada manusia untuk menentukan jalan hidupnya, tanpa memberikan aturan-aturan kaku yang bersifat dogmatis. Hal ini memberikan dampak bahwa Islam menjunjung tinggi asas kreativitas pada umatnya untuk bisa mengembangkan potensinya dalam mengelola kehidupan ini, khususnya berkenaan dengan fungsi manusia sebagai khalifatul-Lilah fil ‘ardlh (wakil Allah di bumi).

Efek yang timbul dari kaidah fiqh mu’amalah di atas adalah adanya ruang lingkup yang sangat luas dalam penetapan hukum-hukum mu’amalah, termasuk juga hukum ekonomi. Ini berarti suatu transaksi baru yang muncul dalam fenomena kontemporer yang dalam sejarah Islam belum ada/dikenal, maka transaksi tersebut “dianggap” diperbolehkan, selama transaksi tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip yang dilarang dalam Islam. Sedangkan transaksi-transaksi yang dilarang dalam Islam adalah transaksi yang disebabkan oleh faktor:

· Haram zatnya

Di dalam fiqh mu’amalah, terdapat aturan yang jelas dan tegas mengenai obyek transaksi yang diharamkan, seperti minuman keras, daging babi, dan sebagainya. Oleh karena itu melakukan transaksi yang berhubungan dengan obyek yang diharamkan tersebut juga diharamkan. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqh:

"ماحرم فعله حرم طلبه"

(setiap apa yang diharamkan atas obyeknya, maka diharamkan pula atas usaha dalam mendapatkannya).

Kaidah ini juga memberikan dampak bahwa setiap obyek haram yang didapatkan dengan cara yang baik/halal, maka tidak akan merubah obyek haram tersebut menjadi halal.

· Haram selain zatnya

Beberapa transaksi yang dilarang dalam Islam yang disebabkan oleh cara bertransaksi-nya yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip muamalah, yaitu: tadlis (penipuan), ikhtikar (rekayasa pasar dalam supply), bai’ najasy (rekayasa pasar dalam demand), taghrir (ketidakpastian), dan riba (tambahan).

· Tidak sah

Segala macam transaksi yang tidak sah/lengkap akadnya, maka transaksi itu dilarang dalam Islam. Ketidaksah/lengkapan suatu transaksi bisa disebabkan oleh: rukun (terdiri dari pelaku, objek, dan ijab kabul) dan syaratnya tidak terpenuhi, terjadi ta’alluq (dua akad yang saling berkaitan), atau terjadi two in one (dua akad sekaligus). Ta’alluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan, di mana berlakunya akad pertama tergantung pada akad kedua. Yang seperti ini, terjadi bila suatu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus sehingga terjadi ketidakpastian (grarar) akad mana yang harus digunakan.maka transaksi ini dianggap tidak sah.



E. Ciri Khas

Sebagai bagian dari hukum islam, fiqh mu’amalah memiliki ciri khas seperti yang dimiliki hukum islam, yaitu kemanusiaan (insaniyah), berakhlak (akhlaqii) dan universal (‘aalamii).

1) Kemanusiaan (insaniyah) artinya bahwa hukum yang diletakkan oleh islam adalah untuk kebahagiaan manusia duniadan akhirat. Hukum islam adalah hukum yang dengan seksama memberikan perhatian yang penuh kepada manusia,baik mengenai diri, ruh, akal, usaha/pekerjaan, hubungan antara sesama, ekonomi politik dan yang lainnya, maupun pahala dan siksa. Oleh karenanya ia menjadikan manusia sebagai sumber dari segala sumber hukum dan sekaligus menjadikannya sebagai subyek dan obyek hukum.

2) Akhlaqy, artinya hukum islam itu sarat dengan nuansa akhlaq, etika dan moral. Kata “ al-akhlaq” adalah plural dari kata khilq atau khuluq yang berarti al-sajiyat (perangai atau budi pekerti), al-thabi’at (watak dasar, kelakuan ), al-‘adat (kebiasaan. Secara istilah, al-akhlaq ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan, pengertian ini sejalan dengan yang ditawarkan oleh Imam al-Ghazali dan Ibrahim Anis.

3) Ciri khas ketiga ialah universal artinya bahwa hukum islam bersifat dan berlaku umum. Pemberlakuan UU secara umum dan menyeluruh bagi masyarakat diperlihatkan dalam aturan tentang pendiriandan kepemilikan bank syariah. Ia tidak hanya diperuntukan bagi warga Negara Indonesia atau Badan hukum Indonesia, tetapi juga bagi warga negara asing atau badan hukum asing. Dari sini tampak bahwa UU tidak membatasi dirinya dengan sekat-sekat agama, warga Negara, dan tempat tinggal meskipun dari sudut nama, bank Syariah bercirikan Islam.



BAB III

SIMPULAN



Hukum mu’amalah merupakan rangkaian dari kata “hukum” dan kata “mu’amalah”. Dalam bahasa Indonesia kata ‘hukum’ secara mandiri menurut Amir Syarifuddin adalah seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat, disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu, berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya. Adapun mu’amalah dari kata ‘amala yu’amilu mu’amalatan yang berarti: beraksi, bekerja, berproduksi, namun biasanya dengan kaitan hukumnya kata “mu’amalah” di sandingkan dengan kata “fiqh” yang secara bahasa berarti “ pemahaman”.

Filsafat hukum fiqh mu’amalah atau falsafah al-tasyri’ fi al-mu’amalat istilah sesuatu yang berkaitan dengan hukum islam meliputi tujuan hukum (maqashid), prinsip hukum (mabadi’ atau mahiyat), asas hukum atau usus al-hukm , kaidah hukum, dan washatiyyat wal harakiyah fi alhukm.

Tujuan disyari’atkannya ketentuan-ketentuan hukum dalam bidang ini adalah dalam rangka menjaga kepentingan orang-orang mukallaf terhadap harta mereka, sehingga tidak dirugikan oleh tindakan orang lain, dan dapat memanfaatkan harta miliknya itu untuk memenuhi kepentingan kehidupan mereka. Prinsip hukum muamalat adalah prinsip aqidah, keadilan, berbuat kebaikan, pertanggungjawaban, keseimbangan, kejujuran. Asas hukum muamalat terdiri dari pertukaran manfaat, kerjasama, kepemilikan, pemerataan kesempatan, kerelaan, tidak ada penipuan, kebaikan dan taqwa. Kaidah hukum asal dalam urusan muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Sebagai bagian dari hukum islam, fiqh mu’amalah memiliki ciri khas seperti yang dimiliki hukum islam, yaitu kemanusiaan (insaniyah), berakhlak (akhlaqii) dan universal (‘aalamii).



DAFTAR PUSTAKA

Buku :



Agustianto. Filsafat Ekonomi Islam. 2011.

Ahmad, Hanafi. Pengantar Filsafat Islam., ed. 19, Jakarta: PT Bulan Bintang 1996.

Ahmad Masyadi, Gufron. Fiqih Muamalah Konstektual. Jakarta : walisongo semarang, 2002.

Ali, Zainuddin, Filsafat Hukum, Jakarta: Sinar Grafindo, 2006.

Anshari, Endang Saiffudin, Ilmu Filsafat dan Agama, Surabaya: PT.Bina Ilmu,1981.

Hakim, Atang Abd. Fiqh Perbankan Syari’ah. Bandung; Refika Aditama. 2011

Huda, Nurul dkk. Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoretis. Jakarta: Kencana. 2007.

Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002.

Permono, Sjaichul Hadi, Formula Zakat, Menuju Kesejahteraan Sosial. Surabaya: Aulioa.2008.

Praja S, Juhaya. Filsafat Hukum Islam, Bandung: Lathifah Press, 2013.

Qardhawi, M. Yusuf. Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1987.

Rosyada, Dede, Hukum islam dan Pranata Sosial, Jakarta: Rajawali Press, 1992.

Shomad, Abd. Hukum Islam. Jakarta: Kencana. 2010.

Syarifuddin, Amir.Ushul Fiqh Jilid 1. Jakarta: Kencana. 2011.

Zuhdi, Masjuk. Studi Islam Jilid III : Muamalah. Jakarta : Rajawali, 1988.

Undang-Undang :

UU No.10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Website :

http://artikelilmiahlengkap.blogspot.com/2013/03/pengertian-fiqih-muamalah.html

http://bayupurnanugraha.blog.com/makalah/ekonomi-islam/

http://filsafat.kompasiana.com/2012/01/04/muamalah-427352.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat

http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi.

http://santridrajat.blogspot.com/2013/05/makalah-hukum-islam-tentang-muamalah.html

http://shariaeconomics.wordpress.com/2011/02/21/58/.

http://siskanajwa.blogspot.com/2012/05/filsafat-hukum-muamalah-ekonomi-islam.html

http://yusufpolimengo.blogspot.com/




Tidak ada komentar:

Posting Komentar